Bandung Barat – Ar-Risalah Cisarua
Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam Pasal 21 mengamanatkan bahwa pendirian Pendidikan Diniyah Formal wajib memenuhi persyaratan yang terkait dengan satuan Pendidikan Diniyah Formal (PDF) dan pesantren sebagai penyelenggara pendidikan.
Dalam upaya meningkatkan akses pendidikan Pesantren yang lebih bermutu dan terintegrasi dengan ijazah Formal seperti SMP/MTs, maka dibentuklah satuan pendidikan yang baru yang sebelumnya belum pernah ada di Indonesia yakni Pendidikan Diniyah Formal Wustha yang setara ataupun setingkat dengan SMP/MTs.
Kehadiran PDF ini merupakan ikhtiar Kementerian Agama dan kalangan pondok pesantren guna mewujudkan lulusan pendidikan yang memiliki kempetensi pengetahuan keagamaan Islam yang handal (Mutafaqqih Fiddin), berwawasan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), dan menjadi insan cendekia yang berkarakter serta berakhlak baik.
Dalam acara penyerahan Surat Keputusan Pendidikan Diniyah Formal se-Indonesia di Kantor Pusat Kemenag RI pada Selasa (12/02/2022), Dirjen Pendidikan Islam Muhammad Ali Ramdhani menyampaikan bahwa Kemenag telah diberikan mandat oleh negara untuk melakukan rekognisi, fasilitasi dan afirmasi sehingga pesantren saat ini telah diberikan ruang seluas-luasnya untuk mengelola pendidikan secara formal. Artinya, proses pembelajaran dan alumninya diakui sebagaimana pendidikan umum lainnya di Indonesia. Mereka dapat melanjutkan studi ke MA, SMA bahkan SMK Negeri/Swasta dan nantinya mampu melanjutkan ke perguruan tinggi yang berkualitas.
Landasan filosofis
Landasan filosofis yang dijadikan pijakan dengan pengembangan kurkulum PDF Wustha adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan diniyah formal berakar pada tradisi pesantren dalam rangka membentuk manusia seutuhnya yang mampu menjalankan peran kekhalifahan dimuka bumi dan sekaligus hamba Allah yang harus mengabdikan dirinya semata-mata kepada Allah dalam menjalankan peran tersebut.
2. Kurikulum PDF dikembangkan dalam kerangka dasar yang menempatkan peserta didik sebagai subjek pengetahuan.
3. Kurikulum diarahkan untuk dapat mengembangkan kapasitas peserta didik sebagai pribadi yang bukan hanya sekedar mendapatkan pengetahuan keagamaan dari Kyai atau ustadz, tetapi juga dapat memperoleh dan mengembangkan pengetahuan melalui interaksi dengan sesama santri, masyarakat, atau sumber belajar lainnya.
Sumber:
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5839 Tahun 2014
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 6963 Tahun 2017