Bandung Barat – Ar-Risalah Cisarua
Pada tanggal 4-5 Mei 2024, Himpunan Mudabbir/Mudabbirah Ar-Risalah (HAMSAH) Pondok Pesantren Ar-Risalah mengadakan pelantikan pengurus HAMSAH periode 2024/2025 dengan AKSARA (Akademi Kepemimpinan Dasar Ar-Risalah).
Aksara diadakan untuk pertama kalinya di Pondok Pesantren Ar-Risalah. Kegiatan ini bertujuan untuk melatih dan membina pengurus santri masa kepengurusan yang baru dengan mengelola dan me-manage organisasi Santri Ar-Risalah agar lebih baik dari sebelumnya. Kegiatan ini juga bertujuan melahirkan insan-insan pengurus yang memiliki leadership (pemimpin) berjiwa sholeh sholehah yang dapat menjadi tauladan bagi santri lain pada umumnya.
Kegiatan yang mengusung tema “Membangun Kepemimpinan Berkarakter: Visi, Aksi, dan Harmoni” ini dilaksanakan di Lantai Utama Masjid Al-Habibul Musthafa, Pondok Pesantren Ar-Risalah. Para peserta Aksara dibekali materi-materi yang disampaikan langsung oleh orang-orang yang berpengalaman.
Acara yang ditutup pada Ahad Malam, 5 Mei 2024 dihadiri langsung oleh Pengasuh Pondok Pesantren Ar-Risalah, KH. Dr. Moh. Rofiqul A’la, Lc., MA. Setelah pembacaan Ikrar Santri, ada 5 poin yang disampaikan Abah dalam tausiyahnya.
Hal pertama yang beliau sampaikan adalah “1. Menjadi pengurus itu jangan merasa lebih hebat dari santri yang lain. Hakikatnya semua santri sama, hanya saja posisi yang membedakan, yang kebetulan diposisikan berkhidmah di kepengurusan. Hal ini perlu diingat karena hal ini menyangkut hati, jangan sampai hati kita terkotori dengan merasa lebih.” Tegas Abah mengingatkan, lalu beliau memperjelas dengan cerita para sahabat.
Sayyiduna Umar bin Khattab, beliau seorang khalifah. Yang mana posisi khalifah adalah posisi yang tinggi dan orang-orang memuliakan beliau. Beliau gelisah karena dengan kehormatan itu bisa membawa beliau yang tanpa sadar merasa lebih mulia dari pada sahabat-sahabatnya.
Suatu hari beliau naik mimbar, “Asshalatu Jaami’ah” orang-orang lalu kumpul, tapi beliau menyampaikan hal yang sangat sederhana sekali. “Yaa Ayyuhan Naas... tahukah kalian? aku ini hanya seorang anak kecil yang menggembalakan kambing penduduk-penduduk Mekkah. Aku menggembalakan kambing-kambing mereka, memberi minum kambing-kambing mereka, dan memandikan kambing-kambing mereka, dan memerah susu kambing-kambing mereka. Lalu dari apa yang aku lakukan aku diberi upah segenggam atau beberapa biji kurma. Apa kalian tau dengan kisah ini? Kisah kecilku? Siapa diriku sebenarnya.
Sayyiduna Ali yang hadir saat itu beliau mengatakan “Sayyiduna Umar, engkau merendahkan dirimu dengan bercerita seperti itu, sedangkan engkau seorang terhormat.” Lalu Sayyiduna Umar menjawab, “Saya merasa mulai ada bisikan-bisikan agar merasa lebih mulia. Maka aku ingin mendidik hatiku, meriadhoh hatiku dengan cara seperti itu.”
Banyak kita temukan dalam sejarah-sejarah para sahabat Nabi bagaimana mereka itu mengingatkan siapa mereka sebenarnya, dan apa tugas mereka. Ketika ada seorang sahabat yang menjadi seorang Gubernur di Mesir, beliau setiap hari berjalan tidak pakai sendal dan setiap hari memandikan kudanya. Bahkan ketika sahabatnya datang mengunjunginya, sahabatnya itu kaget, ”Kenapa engkau melakukan ini, padahal engkau merupakan seorang Gubernur?”, “Agar aku tidak lupa saat berjihad bersama Rasulullah dan agar aku tidak terlena jika sewaktu-waktu ada panggilan jihad aku siap seperti dulu bersama Rasulullah Saw”.
Seperti itulah para sahabat meriadhoh hati-hati mereka walaupun mereka seorang yang mulia, seorang yang dihormati, tapi mereka tidak ingin kehormatan itu mengotori hati mereka.
2. Pengurus harus dengan sekuat tenaga membela, menjaga pondok, Kiai, asatidz, juga almamater
Imam Abu Hanifah ketika masih muda, usia saat itu 15 tahun, nyantri kepada guru beliau yaitu Syeikh Hammad bin Salam. Beliau mimpi aneh, beliau melihat ada babi menyerang pohon besar sampai pohonnya mau tumbang, tiba-tiba dari pohon besar tersebut keluar pohon kecil yang langsung memukul babi itu, begitu dipukul babi itu berubah menjadi lelaki yang soleh yang menyembah kepada Allah Saw di bawah pohon tadi.
Beliau langsung datang kepada gurunya untuk menceritakan mimpi aneh tersebut, tapi beliau melihat gurunya sedang gelisah, “Syeikh engkau kenapa, sepertinya gelisah sekali?” beliau sampai lupa dengan niat kedatangannya, yaitu menanyakan makna mimpinya. “Iya aku sedang gelisah, berkali-kali raja meminta aku datang untuk berdebat melawan dengan para Ateis.” Kemudian ia berkata, ”Syeikh izinkan aku berangkat menggantikan engkau.” Setelah meyakinkan gurunya, akhirnya Abu Hanifah berangkat menemui raja dan siap melawan para Ateis.
Sesampainya di sana orang Ateis itu terheran-heran karena berhadapan dengan anak kecil berumur 15 tahun. “Ini bagaimana, apa gurumu tidak berani dengan kami?”, “Hadapi dulu saya, karena kalian tidak pantas jika harus berdebat dengan guru saya.” Tegas Abu Hanifah meyakinkan.
“Silahkan tanyakan pertanyaan kalian kepada muridnya Syeikh Hammad bin Salam yang masih kecil ini” kata sang Raja.
“Baik, aku ada beberapa pertanyaan yang harus kamu jawab.” Kata Ateis.
“1. Kamu pernah tidak melihat tuhan-mu?”
لَّا تُدْرِكُهُ ٱلْأَبْصَٰرُ وَهُوَ يُدْرِكُ ٱلْأَبْصَٰرَ ۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلْخَبِيرُ
Artinya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (Al-an’am : 103), jawab Abu Hanifah.
“Kami tidak iman dengan Al-Qur’an, kenapa kamu menjawab dengan Al-Qur’an? Jawab kami dengan logika.”
“Apa kalian pernah menunggu orang mau meninggal? orang meninggal itu bagaimana?” Tanya Abu Hanifah.
“Orang mati ya keluar ruh nya”. Jawab Ateis.
“Pertanyaannya adalah ketika ruh keluar apa kalian melihatnya?”, “Tidak”. “Tapi kalian yakin?”, “Yakin”.
“Sama, ruh aja kalian yakin, padahal kalian tidak bisa melihatnya, sedangkan Ruh itu hanya bagian dari ciptaan Allah. Lalu bagaimana kemudian kalian tidak bisa melihat Allah, kalian menganggap Allah itu tidak ada.”
“2. Tuhanmu ada dimana?”
وَلِلَّهِ ٱلْمَشْرِقُ وَٱلْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا۟ فَثَمَّ وَجْهُ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqoroh : 115)
“Kami tidak iman dengan Al-Qur’an, Jawab kami dengan logika.”
“Kamu pernah tidak membayangkan di ruangan gelap tanpa cahaya, tiba-tiba kemudian nyala cayaha, dimanakah cahaya itu berada? Ya kesemua ruangan. Itulah Allah, نُوۡرٌ عَلٰى نُوۡرٍ , Allah bukan lagi cahaya, cahaya di atas cahaya.
“3. Bagaimana pendapatmu tentang iblis di ciptakan dengan api, di siksa dengan api, dsb?”
Untuk menjawab pertanyaan ini Abu Hanifah mengambil tanah, di bulat-bulatkan lalu ia lempar ke Muhiddin itu.” Muhiddin (Ateis) itu kaget “Abu Hanifah kamu ngapain? Kamu mau mempermalukan saya?” sontak Raja tak kalah kaget.
Tapi Abu Hanifah malah bertanya, “Sakit tidak?”, “Sakit”.
“Yang saya lempar adalah tanah, kulitmu juga terbuat dari tanah, manusia itu diciptakan dari tanah, sedangkan iblis terbuat dari api dan akan disiksa dengan api neraka.
Ateis itu berdiri dan meminta agar ia di bawa kepada gurunya, “Bawa aku ke gurumu, aku ingin menjadi muridnya, aku akan bersyahadat. Seketika itu Abu Hanifah ingat mimpinya. Pohon besar adalah gurunya, pohon kecil adalah Abu Hanifah, babi adalah para Ateis yang berubah menjadi laki-laki soleh dibawah bimbingan gurunya.
3. Jadilah santri yang loyal, setia, dan memberikan yang terbaik untuk almamater.
“Jadilah seperti Burung Hud-hud”. “Kenapa burung Hud-hud sampai disebutkan dalam Al-Qur’an?” Tanya Abah.
Karena burung Hud-hud menjadi lambang kesetiaan, ia menikah hanya 1x seumur hidup. Burung Hud-hud adalah burung yang senantiasa memberikan yang terbaik kepada pasangannya. Sebelum menikah, ia mencari makanan terbaik untuk diberikan kepada pasangannya. Jika diterima, ia akan membuat rumah di pohon dengan cara mematuk-matuk pohon tersebut, setelah itu barulah ia akan membawa pasangannya hidup bersamanya. Ketika ia menemukan makanan ia tidak akan makan sendiri, ia akan memanggil pasangannya.
Pengurus harus senantiasa memberikan kesetiaan kepada Ar-Risalah, memberikan yang terbaik kepada Ar-Risalah, dan berjuang bersama dengan keluarga Ar-Risalah.
Burung Hud-hud salah satu burung yang tidak pernah capek dan siap terbang sejauh apapun. Makanya burung Hud-hud sanggup terbang antarnegara, dari Palestina sampai ke kaum Saba' di Yaman.
Kalau sudah setia dengan Ar-Risalah jika diperintah harus siap, tidak telat, dan melakukan apapun untuk Ar-Risalah.
4. Pengurus harus punya program dan tujuan yang luar biasa
“Orang-orang besar adalah orang-orang dengan keinginan yang besar”.
Sholahuddin al-Ayyubi ketika dipanggil gurunya Syeikh Nuruddin Zakki, “Datanglah engkau ke Damaskus”, ia langsung meninggalkan Irak memenuhi panggilan gurunya. Begitu mendekati kota Damaskus, beliau melihat istana-istana megah. Lalu beliau bertanya kepada pengawalnya, ”Itu apa?”, “Itu adalah rumah para pejabat-pejabat” kata pengawal. “Kalau begitu di mana rumahnya para orang-prang faqir miskin, janda-janda, yatim piatu?”, “Di pinggiran sana Syeikh”, ucap pengawal sambil menunjuk. “Dengarkan, saksikan, aku Sholahuddin al-Ayyubi akan kubuatkan di Damaskus rumah-rumah untuk orang-prang faqir miskin, janda-janda, yatim piatu yang tak kalah megah dari rumah-rumah para pejabat.”
“Kalian juga harus punya keinginan besar, lakukanlah apa yang bisa kalian lakukan untuk bisa memberikan yang terbaik untuk Ar-Risalah”, tegas Abah.
5. Bisa menyampaikan dan bisa mengenal kepada siapa kalian berbicara, sehingga kebaikan yang ingin kalian sampaikan benar-benar bisa tersampaikan dengan baik. Artinya berorganisasilah dengan hikmah, yaitu ambil tindakan yang tepat, di waktu yang tepat, dan dengan cara yang tepat.
Pengurus santri ikhwan harus tahu, bahwa sifat dan tabi'at laki-laki dan wanita itu berbeda, karena proses penciptaan Nabi Adam dan Sayyidah Hawa juga berbeda. Nabi Adam dibuat dari tanah yang identik dengan pekerjaan keras, sedangkan Sayyidah Hawa diciptakan dari tulang rusuk yang posisinya melindungi hati, sehingga wanita lebih banyak bermain dengan hati dan perasaan. Jadi, cara menegur santri ikhwan dan santri akhwat juga harus dibedakan. Itulah bagian dari hikmah dalam seni berorganisasi.
Begitulah 5 nasihat yang disampaikan Abah pada Santri Ar-Risalah khususnya pengurus Pondok Pesantren Ar-Risalah. Semoga Allah mampukan kita semua dalam menjalankan amanah ini. Aamiin***