Bandung - Ar-Risalah Cisarua
Ahad, 11 Mei 2025 menjadi hari yang penuh keberkahan di Pondok Pesantren Ar-Risalah. Setiap Minggu kedua setiap bulannya, diselenggarakan Pengajian Keluarga Wali Santri sekaligus sambangan santri Ar-Risalah. Majelis ini bukan sekadar silaturahmi, tetapi juga menjadi taman surga tempat berkumpulnya para pecinta ilmu dan pencari ridha Allah swt.
Dalam tausiyahnya, Abah mengingatkan betapa agungnya majelis ilmu di sisi Rasulullah. Beliau menyampaikan sabda Nabi: "Apabila kalian melewati taman-taman surga maka duduklah di situ". Para sahabat bertanya, "Apa itu taman-taman surga, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Majelis-majelis dzikir, tempat kita berkumpul mengingat Allah dan menambah pengetahuan tentang-Nya."
Namun, sering kali kita lalai terhadap majelis yang ketika kita hadir rasul senang, rahmat turun, dan doa mudah diijabah. Terkadang kita menganggap itu tidak terlalu penting, dan ini salah besar, sebab seharusnya majelis-majelis itulah yang harusnya kita perjuangkan.
Setelah menyinggung tentang pentingnya majelis Ngajagi ini, Abah membuka kajian dengan menyampaikan kisah dari hadits riwayat at-Tirmidzi dan at-Thabarani, tentang doa hebat salah seorang sahabat terbaik Nabi, yaitu keinginan untuk berkumpul dengan Rasulullah s.a.w. disurga.
Dikisahkan, bahwa disuatu malam Rasulullah s.a.w. keluar di malam hari bersama Sayyiduna Abu Bakar dan Sayyiduna Umar bin Khattab. Nabi bersama ke dua sahabatnya masuk ke masjid dan menyaksikan salah satu sahabat terbaiknya Rasulullah sedang melaksanakan shalat tahajjud membaca surat an-Nisa sampai sekitar ayat seratus. Nabi berkata kepada Sayyiduna Abu Bakar dan Sayyiduna Umar bin Khattab, “Jika kalian ingin membaca Al-Qur’an persis sebagaimana Al-Qur’an itu pertama kali diturunkan, maka bacalah sebagaimana bacaannya ibnu Ummi ‘Abd”. Ibnu Ummi ‘Abd panggilan lain untuk Sayyiduna Abdullah ibnu Mas’ud.
Di pertengahan shalat, nabi berkata kepadanya, “Mintalah apapun kepada Allah, pasti diberi!” kalimat itu di ulang tiga kali. Pagi harinya Sayyiduna Abu Bakar mendatangi Ibnu Mas’ud dan menanyakan tentang apa yang ia minta tadi malam dan dijawab oleh beliau, “Aku doa seperti ini “Allahumma inni as-aluka imanan la yartad, wa na’iman la yanfad, wa qurrota ainin la tanqoti’, wa musohabata nabiyyika Muhammadin s.a.w. fi a’la jannati khulqi”.
1. Allahumma inni as-aluka imanan la yartad
(Ya Allah, aku minta kepada-Mu agar aku diberi keimanan yang tidak ada keraguan dan kemurtadan setelah-Nya)
2. Wa na’iman la yanfad
(dan kenikmatan yang tidak pernah terputus (nikmat akhirat))
3. Wa qurrota ainin la tanqoti’
(dan perkara yang membahagiakan hatiku yang tak pernah habis)
4. Wa musohabata nabiyyika Muhammadin s.a.w. fi a’la jannati khulqi
(dan jadikan aku sebagai hamba yang Kau pilih bisa berdampingan dengan Nabi Muhammad s.a.w.)
Ketika Sayyiduna Abu Bakar pulang, Sayyiduna Umar datang dengan menanyakan hal yang sama.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa masuk surga itu bukan semata hasil amal, melainkan katena rahmat dan anugerah Allah. Sesuai hadits Nabi: "Tak seorang pun masuk surga karena amalnya,"melainkan karena rahmat Allah". Lantas, mengapa Al-Qur’an berkata: "Masuklah ke dalam surga karena amal-amal kalian?" Ini tidak bertentang sama sekali, karena orang bisa beramal adalah karena taufiq dari Allah s.w.t., dan ketika beramal agar bisa sah dan diterima, butuh kepada keikhlasan dan agar bisa ikhlas butuh rahmat Allah s.w.t.
Kemudian, apa maksud dari ayat “Walikullin daraajatum mima a’miluu”? Maksudnya adalah, bahwa amal itu gunanya untuk menentukan posisi kita di surga. Jadi muslim harus punya keinginan untuk masuk surga, dan itu harus diupayakan dengan doa dan amal. Akan tetapi jangan berhenti disitu, tapi mintalah lebih dari sekedar masuk surga, mintalah agar disurga bisa dekat dengan Rasulullah s.a.w.
Rasul sendiri memiliki beberapa posiai di surga. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi bersabda: “Aku ini pemimpin di surga yang posisinya paling bawah”. Lalu sahabat bertanya, “Surga itu untuk siapa rasul?” Nabi menjawab: “Surga itu untuk orang yang mampu menahan dirinya, meninggalkan perdebatan meskipun dia benar. Aku juga akan menjadi pemimpin di surga yang tengah”. Sahabat bertanya lagi, “Untuk siapa surga itu?” Nabi menjawab: “Untuk orang yang bisa meninggalkan bohong meski itu sebuah candaan, dan aku adalah pemimpin di surga yang paling tinggi”. Sahabat menanyakan hal yang sama dan Nabi pun menjawab surga itu untuk orang yang Allah anugerahkan kepadanya akhlakul karimah. Artinya, hadits ini penting karena mengingatkan kita agar bukan hanya mempunyai keinginan masuk surga tapi juga mempunyai keinginan untuk bisa berdampingan dengan Rasulullah di surga nanti.
Imam Hasan al-Basry ketika sampai kepadanya hadits mulia Rasulullah yang menceritakan tentang "Batang Kurma" tempat bersandar Nabi saat berkhutbah, yang ingin dikumpulkan bersama Rasulullah. Beliau menyampaikan, “Wahai orang-orang islam, sebatang kayu saja rindu kepada Rasulullah, lalu apakah tidak seharusnya orang-orang yang mengharapkan perjumpaan dan syafaatnya lebih berhak untuk merindukannya?".
Batang kurma itu adalah untuk sandaran tangan nabi di kala khutbah, kemudian ketika penduduk Madyan semakin banyak, mereka berinisiatif membuat mimbar baru yang lebih baik dan lebih tinggi, supaya ketika nabi khutbah bisa terlihat oleh seluruh yang hadir. Begitu sudah jadi, di hari Jumat, ketika di pertengahan khutbah nabi dan hadirin mendengar tangisan pilu seperti tangisan anak unta. Kemudian nabi menghentikan khutbahnya dan keluar masjid. Ternyata sumber suara itu adalah dari batang kurma yang selama ini dijadikan sandaran tangan nabi untuk khutbah, lalu nabi peluk batang itu dan nabi menenangkannya layaknya beliau menenangkan anak kecil, dalam hadits yang lain Nabi memberikan tawaran agar Nabi mintakan kepada Allah supaya batang kurma itu hidup kembali, atau akan dikumpulkan dengan Nabi di surga?. Dan sebatang Kurma tersebut memilih bersama dengan Rasulullah di surga. Lalu batang kurma itu dipendam di bawah mimbar Nabi.
Dalam riwayat yang lain juga diceritakan, suatu hari Nabi keluar mengunjungi ahli Uhud. ketika sampai di Pemakaman Uhud, Nabi bicara kapada ahli uhud, Nabi mengatakan kepada mereka semua: “Aku adalah orang yang saat ini mendahului kalian semua ke surga, dan aku akan menjadi saksi untuk kalian semua saat sesungguhnya tempat perjumpaan kita adalah telagaku, dan demi Allah aku melihat telagaku saat ini, menunggu kalian di telagaku". Hadits ini menunjukkan bahwa muslim yang merindukan Rasulullah dan telah ditunggu oleh Rasulullah ditelaganya nanti, sudah seharusnya menjadi semangat beribadah dan berdoa kepada Allah, agar benar-benar kelak bisa berjumpa dengan Nabi ditelaganya nanti.
Dalam riwayat lain ketika Nabi membedakan antara ashabunnabi dan ikhwanunnabi, Nabi menyampaikan: ”Aku sangat senang ketika aku bisa melihat ikhwan-ikhwanku. Ada sahabat yang bertanya, “Bukankah kita ini ikhwan-ikhwanmu, Rasul?, Lalu nabi menjawab: “Bukan, kalian adalah sahabat-sahabatku, ikhwan-ikhwan ku adalah orang yang belum dilahirkan. Lalu sahabat bertanya: “Bagaimana engkau mengenali umatmu yang belum dilahirkan tersebut?. Nabi kemudian memberi satu perumpaman, andaikan seseorang memiliki Kuda hitam legam dan di bagian Jidat dan Lututnya ada warna putih, berada diantara Kuda yang hitam legam, apakah dia bisa mengenali Kudanya? Sahabat menjawab: “Tentu bisa”. Nabi berkata: “Itulah mereka para ikhwan-ikhwanku, mereka datang dalam kondisi Jidat, Tangan, dan Kaki mereka yang bercahaya disebabkan bekas-bekas wudhu”.
Masing-masing dari kita ini dirindukan oleh Rasulullah s.a.w. dan ketika kemudian hati kita tidak tergerak dan istiqomah hadir di majelis-majelis yang didalamnya ada kesempatan kita untuk bertemu dengan Rasulullah, berarti cinta Rasul kepada kita bertepuk sebelah tangan, dan berarti kita tidak paham betapa besarnya cinta Rasul terhadap umatnya.
Hadits ini ketika sampai kepada generasi ke dua, para tabi’in. Salah seorang tabi’in yang dikenal sangat cinta dengan Rasulullah s.a.w, yaitu Abu Muslim al-Khaulani, ia mengatakan, “Apakah para sahabat berperasangka tidak ada orang yang menyaingi kalian untuk mendekat kepada Nabi. Demi Allah, kami akan berdesakan (bersaing) dengan mereka supaya mereka tahu bahwa kalian meninggalkan umat seperti kami, para pecinta Rasulullah s.a.w.".
Maka, banyak kita temui, banyak para ulama punya cara masing-masing untuk senantiasa dekat dengan Rasulullah s.a.w. Ada diantara mereka yang membuktikan cinta dan rindunya kepada Rasulullah s.aw. dengan banyak bershalawat, hadir di majelis-majelis sholawat, majelis ilmu, ada yang lewat mengurus anak yatim, ada juga dengan ngaji ilmu warisan Rasulullah s.a.w.
Pengajian ini bukan hanya mempererat hubungan keluarga santri dengan pondok, tetapi juga membangkitkan kembali semangat untuk istiqamah dalam majelis ilmu, dan menumbuhkan kerinduan untuk berjumpa Rasulullah kelak. Semoga kita semua dikumpulkan dengan manusia terbaik sepanjang masa. Aamiin***