Tahun itu seharusnya anak saya masih duduk di Sekolah Dasar, tapi ternyata Allah berkehendak lain. Sudah 3 tahun yang lalu Anas resmi menjadi santri Pondok Pesantren Ar-Risalah dan 1 tahun setelah Anas masuk pesantren, Annisa ikut menyusul kakaknya untuk menjadi bagian dari Ar-Risalah dan menjadi seorang penghafal Al-Qur’an.
Alhamdulillah setelah istikharah, kemauan anaknya juga, campur aduk rasanya, antara bahagia, terharu, sedih sesekali karena menahan rindu. Alhamdulillah banyak terharu dan bahagianya saat melihat anak dekat dengan Al-Qur’an perkembangan yang luar biasa melesat setelah anak-anak kami masuk Pondok Pesantren Ar-Risalah.
Kami bangga dengan pilihan anak kami dan keberhasilannya. Meskipun kami sempat ragu untuk memasukkan anak-anak sekecil itu ke pesantren yang masih membutuhkan banyak kasih sayang orang tuanya. Anas dulu sempat mengalami keterlambatan bicara dan jarang mau bicara, alhamdulillah sekarang sudah lancar bercerita, dan hafalannya jauh lebih banyak daripada saya sebagai ibunya. Annisa kesulitan menghatamkan iqra 1 nya, alhamdulillah sekarang sudah lancar membaca Al-Qur’an. Setiap mendengar Anas dan Annisa membaca Al-Qur’an atau menghafalnya, membuat air mata tak terasa menetes karena saking terharunya.
Mereka membuktikan bahwa mereka konsisten dengan pilihannya dan gigih berjuang melalui berbagai proses untuk membuktikan keseriusannya. Saya sangat bersyukur sekali karena masih banyak orang tua yang kesulitan membujuk anaknya masuk poondok pesantren.
Saya akan rangkum beberapa hal yang sering ditanyakan atau menjadi keraguan orangtua yang akan memasukkan anaknya ke pesantren, khususnya Pondok Pesantren Ar-Risalah. Barangkali bisa menjadi bahan renungan dan pertimbangan orangtua yang masih ragu memasukkan anak ke pesantren, khususnya Ar-Risalah.
Q: Anak mau dimasukkan pesantren, apa tidak sepi di rumah terus kasihan anaknya?
A: Sepi memang, tapi saya harus melaluinya demi kebaikan anak-anak dan keluarga kami.
Q: Masih kecil begitu, bagaimana kalau jauh dengan orang tua? Kasihan...
A: Kasihan, tapi saya lebih kasihan saat mereka terpengaruh maraknya efek negatif pergaulan saat ini sehingga masa depan mereka dan keluarga kami taruhannya. Kasihan memang, tapi saya berusaha sekuat tenaga menguatkan mental saya membaca kisah-kisah ibunda para ulama, bagaimana Imam Syafi’i dari kecil sudah belajar dengan ulama .
Q: Kalau lulus nanti jadi kyai/ustadz dong, emang cita-cita anaknya apa?
A: Anas dari kecil cita-citanya memang jadi ustadz, kalo Annisa awalnya ingin menjadi pengusaha tapi sekarang berubah ingin seperti Ummi Mukhlisoh karena rame dan seru katanya. Dan Anas berubah pikiran ingin menjadi seperti Abah Yai Rofiq. Mohon doanya.
Q: Di Ar-Risalah kan santrinya banyak, pasti apa-apa ngantri dong, apa tidak kasihan ke anak dengan keadaan seperti itu yang sangat beda sekali dengan dirumah?
A: Perasaan kasihan ada, tapi sekali lagi kehidupan di luar menuntut mental harus kuat jadi apa yang diterapkan di pesantren adalah sarana latihan untuk mereka.
Q: Boleh ditengok ga sama ortunya, di Ar-Risalah libur panjangnya berapa kali?
Boleh, satu bulan sekali biasanya di minggu kedua sambil menghadiri pengajian untuk walisantri (Ngajagi), libur 2 kali dalam satu tahun, pada saat Maulid dan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Q: Gimana nanti makannya, nyucinya, belum lagi kalau sakit, bagaimana?
A: Alhamdulillah makan teratur, mereka nampak sehat, berat dan tinggi badan normal. Terkait mencuci bisa menggunakan fasilitas laundry dari pesantren, saat sakit bila sangat darurat saya minta dijadwalkan telemedicine dengan dokter anak saya, alhamdulillah pesantren sangat membantu. Alhamdulillah Annisa hanya sekali telemedicine, adapun sakit biasa atau non darurat kami biasa supply obat yang biasa mereka konsumsi sesuai resep dokter mereka, sesekali kami menggunakan fasilitas jasa transportasi online untuk mengirimkan ke pesantren. Sekuat tenaga saya berusaha untuk tenang dan mempercayakan sepenuhnya pada Allah Swt. melalui pihak pesantren. Alhamdulillah selama ini membantu sekali.
Q: Biayanya mahal ya?
A: Alhamdulillah menurut saya pribadi terjangkau, tidak mahal.
Q: Boleh dikunjungi tidak selama di pondok ?
A: Boleh, ditentukan waktunya, satu bulan sekali, biasanya minggu kedua sambil mengikuti pengajian walisantri (Ngajagi) bersama Pimpinan Pondok Pesantren atau Asatidz di Ar-Risalah.
Q: Boleh bawa handphone (HP) ga? Kalau tidak, lalu bagaimana komunikasinya?
A: Tidak boleh, bisa telpon melalui kakak-kakak pendampingnya sesuai jadwal yang ditentukan pesantren. Saya tidak terlalu sering berkomunikasi karena justru jadi melow biasanya. Kalo mereka ingin telpon, baru saya telpon.
Q: Nanti dibully gak tuh sama kakak kelas atau temannya?
A: Alhamdulillah sejauh ini aman saya ajarkan anak saya agar dapat membedakan mana bullying (pembulian) mana kidding atau bercanda.
Nah, kira-kira seputar itulah pertanyaan orangtua dan keluarga, mulai dari yang membingungkan, cenderung menakut-nakuti, membuat khawatir hingga pertanyaan yang betul-betul ingin tahu. Justru dari berbagai pertanyaan itulah saya kemudian mencari tahu dan mulai memahami bagaimana di pondok pesantren yang selama ini menjadi pembicaraan.