Bandung Barat-
Belajar ilmu agama tidak hanya dapat diperoleh dengan membaca buku atau kitab. Akan tetapi harus talaqqi, yaitu belajar secara langsung kepada guru yang jelas sanad keilmuannya.
Hal ini seperti yang menjadi tradisi di dunia pesantren. Al-Hafizh Abu Bakar al-Khathib al-Baghdadi berkata:
لا يؤخذ العلم إلا من أفواه العلماء
“Ilmu tidak dapat diperoleh kecuali dari lidah para ulama.”
Salah satu alumni Pondok Pesantren Ar-Risalah yang berhasil beliau bersyukur berguru kepada Abah Rofiq karena Abah dengan manhaj / metode pengajarannya cenderung membekali murid-muridnya ilmu dari dasar hampir di setiap fan ilmu ketika Tim Media Ar-Risalah mewawancarainya pada Kamis (10/11).
‘’Selama saya belajar dan mengabdi di Pon.Pes Ar-Risalah bersama Guru kami Abah KH. Mohammad Rofiqul A’la beserta istri beliau Ummi Mukhlishoh Zawawi yang paling terasa untuk kondisi saya saat ini dari segi keilmuan adalah beliau dengan manhajnya / metode pengajarannya itu cenderung membekali kami murid-muridnya dengan dasar-dasar hampir di setiap fan ilmu. Kitab-kitab yang dulu pernah dikhatamkan bersama beliau mulai dari Fiqih, Ushul Fiqih, Tafsir, Hadits, kemudian saya juga mengenal tentang sanad dari beliau dan alhamdulillah saat ini saya bisa melanjutkan dalam mencari sanad dari para masyayikh di mesir.’’
Muhammad Ghaza Al Ghazali, beliau lahir di Bandung pada 9 Desember 1998. Alhamdulillah saat ini beliau sudah berkeluarga dan telah Allah karuniakan 1 orang anak laki-laki bernama Ahmad Zaini Al Fayumi yang lahir di Kairo pada 2 November 2021. Istri beliau bernama Azza Nabiila, asal Tangerang Selatan lahir di Pati, 12 Juni 1998.
Saat ini mereka sedang melanjutkan studi di Universitas Al-Azhar Asy-Syarif Kairo, Mesir. Gus Ghaza mengambil jurusan Syari’ah Islamiyyah, fakultas Syari’ah Wal Qonun. Adapun Ning Azza mengambil jurusan Tafsir dan Ulumul Qur’an, fakultas Ushuluddin.
Gus Ghaza menambahkan ciri khas beliau, Abah Rofiq saat mengajar apalagi kepadanya yang masih sangat pemula dan awam. ‘’Beliau itu sangat sabar sekali, mengajarkan saya entah dengan metode sorogan atau bandongan. Dan saat ini saya sangat menyadari betapa luas dan dalamnya keilmuan beliau tetapi meskipun demikian di kala itu ketika saya masih betul-betul dari nol belum bisa bahasa arab, belum kenal nahwu shorof beliau mengajarkan saya dengan kesabarannya secara perlahan, sedikit demi sedikit. Kalaupun saya masih merasa kesulitan beliau masih rela untuk bersabar, sayapun bukan santri yang begitu taat dengan peraturan tapi beliau masih terus bersabar.‘’
Tentu saat ini yang beliau rasakan adalah barokah dari doa-doa Abah yang menjadikannya saat ini bisa menyempurkan terus apa yang sudah Abah bekali sejak lama. Dan itu menjadikan bukti bahwa Guru kita semua Abah KH. Mohammad Rofiqul A’la dengan metode beliau tidak segan untuk “menjemput” kita semua para santrinya meskipun beliau dengan keluasan dan kedalaman ilmunya juga levelnya sudah sangat jauh di atas kita santri-santrinya yang sangat pemula tapi beliau rela “menjemput” kita dan mengajarkan kita dari dasar.
Selain itu, kita juga mendapati sosok Abah yang tidak hanya sebagai guru tapi juga sebagai orang tua yang membimbing muridnya itu selayaknya anaknya sendiri.
“Saat saya diberi kesempatan untuk mengajar, saya merasakan sendiri bahwasannya berat menjadi seorang guru yang mana emosi terkadang tidak terkendali. Namun, beliau Abah KH. Mohammad Rofiqul A’la bisa mengayomi kami murid-muridnya di masa itu dengan sangat baik. Dan saya menjadi saksi bahwa betul apa yang pernah disampaikan oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW bahwa ulama itu Warotsatul Anbiya, Para Ulama itu Pewaris Para Nabi. Tentu guru kita bukanlah orang yang sempurna seperti halnya Rasulullah SAW beliau bisa berbuat salah dan memiliki kekurangan tetapi di samping itu saya mendapati banyak ajaran-ajaran Rasulullah SAW baik berupa qoul dari hadits-haditsnya, dari ayat- ayat Al-qur’an yang pernah beliau sampaikan dan ajarkan ataupun fi’li nya dari apa yang Rasulullah SAW lakukan itu tercermin dari beliau kepada saya salah satu murid beliau.” Tambahnya menjelaskan.
Dan hal yang juga berkesan bagi ayah 1 anak itu adalah ketika Abah dan Ummi sedang ziarah ke mesir yang kebetulan beliau juga sedang melanjutkan belajarnya di mesir, Abah dan Ummi masih menyempatkan untuk berkunjung ke kediamannya beserta beberapa kyai yang satu rombongan dengan beliau yang waktu itu baru pindahan kurang lebih 2 hari.
Sebelum menutup pembicaraanya, Gus Ghaza mengutarakan alasannya kenapa beliau memilih Ar-Risalah sebagai pondok untuk mencari ilmu sebelum berangkat ke mesir.
‘’Karena saya merasa Ar-Risalah adalah tempat yang paling tepat untuk membuka jalan ilmu entah itu ilmu dunia, ilmu agama, atau ilmu umum sekalipun yang bisa membuat saya jadi lebih siap untuk mengarungi dunia atau samudera lautan ilmu yang begitu luas dan dalam.‘’
Beliau juga mengucapkan banyak terimakasih dan rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada para guru dan asatidz khususnya Guru kita semua Almukarrom Abah Dr. KH. Mohammad Rofiqul A’la, Lc., MA. beserta Ibu Nyai Hj. Mukhlishoh Zawawi semoga Allah SWT membalas setiap kebaikannya dan senantiasa bersabar dalam membimbing kami santri-santrinya, semoga Allah SWT berkahi setiap keturunannya wa ushulihim wa furu’ihim dan senantiasa Allah angkat derajatnya setiap saat di sisi-Nya dan Allah beri karunia akhir hayatnya husnul khotimah. Aamiin yaa Rabbal 'Alamin